Djam ALL Free Inspired by Djam ALL Free

About me

Network

Blog

23 Nov 2011

Ekonomi Islam

BAB 1
EKONOMI DALAM PERSPEKTIF

A.  Pendahuluan
Sebagai muslim yakin bahwa Al-Qur’an dan sunah telah mengatur jalan kehidupan ekonomi, dan untuk mewujudkan kehidupan ekonomi, sesungguhnya Allah telah menyediakan sumber daya-Nya dan mempersilahkan manusia untuk memanfaatkannya, sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah (2) ayat 29 :
مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلىَ السَّمَآءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمُُ هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم
Artinya :
Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. “

B.   Perbedaan Ekonomi Islam dan Konvensional
1.  Sumber dan Tujuan Kehidupan
Ekonomi konvensional lahir berdasarkan pemikiran manusia yang bias berubah berdasarkan waktu sehingga tidak bersifat kekal dan selalu membutuhkan perubahan-perubahan, bahkan terkadang mengabaikan aspek etika dan moral tergantung untuk kepentingan apa dan siapa.
Al-Falah di dunia dan akhirat artinya untuk meraih akhirat yang baik melalui dunia yang baik pula, sedangkan ekonomi konvensional mencoba menyelesaikan segala permasalahan yang timbul tanpa ada pertimbangan mengenai soal keTuhanan dan keakhiratan, akan tetapi lebih mengutamakan untuk kemudahan dan kepuasan manusia di dunia saja.
Harta dalam ekonomi islam bukan merupakan tujuan kehidupan, tetapi sebagai jalan untuk mencapai kenikmatan dunia akhirat, sedangkan ekonomi konvensional meletakkan keduniawian sebagai tujuan utama yang mengutamakan kepentingan individu atau golongan serta menindas golongan atau individu yang lemah.
2.  Masalah Kelangkaan dan Pilihan
Dalam islam kelangkaan sifatnya relative, bukan kelangkaan yang absolut dah hanya terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu saja dan kelangkaan tersebut timbul karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya yang telah diciptakan Allah.
3.  Konsep Harta dan Kepemilikan
Semua harta adalah milik Allah, sebagaimana firman Allah dalam Surah           Al-Baqarah (2) ayat 284 :
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ
لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya :
Kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan apa di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah kuasa atas segala sesuatu.
Dalam ayat di atas manusia adalah khalifah atas harta miliknya, dan maksudnya adalah bahwa semua harta yang ada di tangan manusia pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Allah yang menciptakannya. Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya serta mempergunakannya di jalan Allah, bukan memilikinya.
Salah satu karakteristik ekonomi islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain adalah zakat. System perekonomian di luar islam tidak mengenal tuntunan Allah kepada pemilik harta, agar menyisikan sebagian harta tertentu sebagai pembersi jiwa dari sifat kikir, dengki dan dendam.
4.  Konsep Bunga
Suatu system ekonomi islam harus bebas dari bunga (riba) karena riba merupakan pemerasan pada orang yang terdesak atas kebutuhan. Islam sangat mencela penggunaan modal yang mengandung riba. Dengan alas an inilah modal menduduki peranan penting dalam ekonomi islam.

C.   Prinsip Ekonomi Islam
1.  Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi islam adalah suatu ilmu yang multidimensi/interdisiplin, komprehensif, dan saling terintegrasi meliputi ilmu islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah, dan juga ilmu rasional (hasil pemikiran dan pengalaman manusia), dengan ilmu ini manusia dapat mengatasi masalah-masalah keterbatasan sumber daya untuk mencapai Falah (kebahagian).
a)      Ekonomi Illahiyah
Karena titik awalnya dari Allah, tujuannya mencari ridho Allah dan cara-caranya tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Kegiatan ekonomi baik produksi, konsumsi, penukaran, dan distribusi.
Ekonomi menurut pandangan islam bukanlah tujuan, tetapi merupakan kebutuhan dan sarana yang lazim bagi manusia agar bias bertahan hidup dari bekerja untuk mencapai tujuan yang tinggi. Ekonomi merupakan sarana penunjang baginya dan menjadi pelayan bagi akidah dan risalahnya.
Ekonomi adalah bagian dari islam. Ia adalah bagian yang dinamis dan bagian yang sangat penting, tetapi bukan asas dan dasar bagi bangunan islam, bukan titik pangkal ajarannya, bukan tujuan risalahnya, bukan cirri peradabannya dan bukan pula cita-cita umatnya.
Seorang muslim tidak akan memanfaatkan kesempatan untuk meraup harta dan kekayaan yang melimpah dari kelaparan orang yang lapar dan penderitaan orang yang menderita, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 188 :
ولا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا فريقا من أموال الناس بالإثم وأنتم تعلمون
Artinya :
“ Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa padahal kamu mengetahui “.
b)      Ekonomi Akhlak
Bahwa ekonomi islam memadukan antara ilmu dan akhlak karena akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan islam. Karena risalah adalah risalah akhlak, sesuai sabda Rasulullah “ Sesungguhnya tiadalah aku diutus melainkan hanya untuk menyempurnakan akhlak “, (Al-Hadis).
c)      Ekonomi Kemanusian
Ekonomi islam adalah ekonomi yang berwawasan kemanusiaan mengingat tidak ada pertentangan antar aspek Ilahiyyah dengan aspek kemanusiaan, karena menghargai kemanusiaan adalah bagian dari prinsip Ilahiyyah yang memuliahkan manusia dan menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi ini.
Ekonomi islam juga bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang disyariatkan. Manusia perlu hidup dengan pola kehidupan yang rabbani sekaligus manusiawi, sehingga dia mampu melaksanakan kewajibannya kepada Tuhannya kepada dirinya, kepada keluarganya dan kepada manusia.

d)     Ekonomi Pertengahan
Artinya bahwa ekonomi islam adalah ekonomi yang berlandaskan pada prinsip pertengahan dan keseimbangan yang adil. Islam menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, antara individu dan masyarakat. Di dalam individu diseimbangkan antara jasmani dan rohani, antara akal dan hari, antara realita dan fakta.
2.  Prinsip-Prinsip Dasar
Ekonomi islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan insani. Disebut ekonomi Rabbani karena syarat dengan arahan dan nilai-nilai ilahiah. Dikatakan ekonomi insani karena system ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
Dalam ekonomi islam, berbasis jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Allah kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya se-efisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
Kekuatan penggerak utama ekonomi islam adalah kerjasama. Seorang muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan, dan sebagainya harus berpegang pada tuntunan Allah seperti firman-Nya dalam         Al-Qur’an surah An-Nisa (4) ayat 29 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (nisab) diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagai kekayaan orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan.
3.  Konsep Kehidupan Islam
a)      Paradigma Dasar
1)    Tauhid, meyakini hanya ada satu Tuhan, dan kebenaran itu dating dari-Nya
2)   Khilafah, kami berada di bumi sebagai wakil Allah, segalanya sesuai keinginan-Nya
3)   Ibadah (pemujaan), keseluruhan hidup manusia harus selaras dengan ridha Allah
b)      Sarana
c)      Penuntun
1)    Halal (diizinkan)
2)   ‘Adl (keadilan), semua ilmu bias berpihak pada nilai ini. Janganlah kebencian kamu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil. (Al-Qur’an dalam surah Al-Maidah (5) ayat 8),
3)   Istshlah (kepentingan umum)
d)     Pembatas
1)    Haram (dilarang)
2)   Zhulm (melampau batas)
3)   Sziyz’ (pemborosan), “Janganlah boros, meskipun berwudhu dengan air lau”.
4.  Faktor Produksi dan Konsep Pemilikan
Produksi berarti meningkatkan manfaat, produksi tidak diartikan sebagai menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorangpun dapat menciptakan benda. Manusia hanya dapat membuat barang-barang berguna. Prinsif fundamental yang harus diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsif kesejahteraan ekonomi. Tidak ada perbedaan sudut pandang apa yang menjadi factor-faktor produksi dalam pandangan ekonomi islam, yakni tanah, tenaga kerja, modal, dan organisasi dipandang sama sebagai factor-faktor produksi.
Dalam pandangan kapitalisme, tanah merupakan hak milik mutlak, sementara dalam pandangan sosialis dan komunis tanah hanya milik Negara, sementara islam memandang tanah sebagai hak milik Allah.

D.  Keunggulan Ekonomi Islam
1.     Ekonomi Islam Sebagai Solusi
Ekonomi islam memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakkan keadilan, pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang sehingga menciptakan stabilitas perekonomian.
2.    Memasuki Islam Secara Kaffah (Menyeluruh)
Islam memiliki ajaran ekonomi islam yang luar biasa banyak. Sebagai konsekuensinya, tidak harus mengamalkan ajaran ekonomi islam tersebut agar keislaman kita menjadi klaffah, tidak sepotong-sepotong.
Allah dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 208 secara tegas agar kita memasuki islam secara kaffah (menyeluruh).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينُُ
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu “.
3.    Keuntungan Mengamalkan Ekonomi Islam
Mengamalkan ekonomi islam jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi umat islam itu sendiri. Pertama, mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah sehingga islamnya tidak lagi persial. Kedua, menerapkan dan mengamalkan ekonomi islam melalui bank islam, asuransi islam, reksadana islam, pengadaian islam, atau BMT, mendapatkan keuntungan duniawi dan akhirat.

E.   Prospek Ekonomi Islam
1.     Kebangkitan Ekonomi Islam
Baru tiga dasawarsa menjelang abad ke-21, muncul kesadaran baru umat islam untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi islam. Ajaran islam tentang ekonomi kembali mendapat perhatian khusus dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut lahir dan muncul para ahli ekonomi islam yang andal dan memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang muamalah. Sebagai realisasi dari ekonomi islam, maka sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank (IDB) di Jeddah. Setelah itu, diberbagi Negara, baik negeri-negeri muslim maupun bukan, berkembang pula lembaga-lembaga keuangan islam.
2.    Kepakaran dan Kompetensi
Untuk menjadi pakar, seorang perlu belajar untuk memperoleh dan menguasai pengetahuan. Apabila pengetahuan sudah dikuasai ia menjadi ahli atau pakar. Susudah sesorang memiliki kepakaran tertentu, agar kepakaran itu dapat diterapkan secara efektif dan bermanfaat, diperlukan kemampuan atau kompetensi. Namun, kompetensi berbeda dari kepakaran, tidak dapat dipelajari dari buku-buku. Hal itu hanya dapat dikuasai melalui muamalah, yaitu terus-menerus belajar bagaimana menerapkan kepakaran. Sekali lagi berbeda dengan kepakaran, kompetensi yang makin baik dan efektif memerlukan ilmu, disamping seni, seni berbeda dari ilmu, tidak dapat semata-mata dipelajari dari buku-buku, tetapi harus melalui praktik dengan menggunakan perasaan.

0 komentar:

Posting Komentar


Agnie Nanditha Design by Djam ALL Free © 2012