Djam ALL Free Inspired by Djam ALL Free

About me

Network

Blog

28 Nov 2011

Agama Islam

Kelompok 1

BAB. I
PENDAHULUAN
Sejarah Zakat
Setiap umat Muslim berkewajiban untuk memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Al-Qur’an. Pada awalnya, Al-Qur’an hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun 662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari’ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan. Kejatuhan para kalifah dan negara-negara Islam menyebabkan zakat tidak dapat diselenggarakan dengan berdasarkan hukum lagi.


BAB II
Z A K A T

Zakat menurut istilah agama islam artinya “kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.
Hukumnya : Zakat adalah salah satu rukun islam yang lima, fardu ‘ain atas tiap – tiap orang yang cukup syarat – syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriah.

A.  Benda yang Wajib dizakati
1.  Binatang Ternak
Jenis binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya unta, sapi, kerbau, dan kambing. Keterangannya yaitu ijma’.
a)    Islam
b)   Merdeka
c)    Milik yang sempurna
d)   Cukup satu nisab
e)   Sampai satu tahun lamanya dipunyai
f)    Digembalikan di rumput yang mubah
Perhatian :
a)    Anak binatang yang lahir setelah sampai nisab, tahunnya adalah menurut tahun ibunya yang telah sampai nisab itu. Tambahan binatang dengan jalan beli, pusaka, atau sebagainya, dipisahkan perhitungan tahunnya dari binatang yang telah cukup nisabnya itu.
b)   Binatang yang dipakai untuk membajak sawah atau menarik gerobak tidak wajib dizakati, sebagaimana juga kain yang dipakai atau perkakas rumah tangga yang sengaja dibeli untuk dipakai sendiri.

2.  Emas dan Perak
Barang tambang yang lain tidak wajib dizakati
Syarat bagi pemilik emas dan perak yang wajib diakati :
a)    Islam
b)   Merdeka
c)    Milik yang sempurna
d)   Sampai satu nisab
e)   Sampai satu tahun disimpan

3.  Biji Makanan yang Mengenyangkan
Seperti beras, jagung, gandum, adas, dan sebagainya. Adapun biji makanan yang tidak menyenangkan (seperti kacang tanah, kacang panjang, buncis, tanaman muda, dan sebagainya) tidak wajib diakati.
Syarat bagi pemilik biji – biji makanan yang wjaib dizakati tersebut yaitu :
a)    Islam
b)   Merdeka
c)    Milik yang sempurna
d)   Sampai nisabnya
e)   Biji makanan itu ditanam oleh manusia
f)    Biji makanan itu mengenyangkan dan tahan disimpan lama
Zakat paroan sawah
Zakat hasil sawah diwajibkan atas seorang yang punya benih sewaktu mulai bertanam. Jika yang mengeluarkan benihnya adalah petani yang mengerjakan sawah itu, maka zakat seluruh hasil sawah yang dikerjakannya itu wajib atas petani itu, karena pada hakikatnya petanilah yang bertanam, pemilik tanah hanya mengambil sewa tanahnya, dan penghasilan dari sewaan tidak wajib dizakati.
Jika benih itu berasal dari yang punya tanah, maka zakat seluruh hasil sawah itu wajib dibayar oleh pemilik sawah itu wajib dibayar oleh pemilik sawah, karena pada hakikatnya dialah yang bertanam, petani hanya mengambil upah kerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dizakati.

4.  Buah – Buahan
Yang dimaksud dengan buah – buahan yang wajib dizakati hanya kurma dan anggur saja, sedangkan buah – buahan yang lainnya tidak.
Syarat bagi pemilik buah – buahan yang wajib dizakati itu adalah :
a)    Islam
b)   Merdeka
c)    Milik yang sempurna
d)   Nisab (sampai satu nisab)

5.  Harta Perniagaan
Harta perniagaan wajib dizakati, dengan syarat – syarat seperti yang telah disebutkan pada zakat emas dan perak.
Nisab harta perniagaan adalah menurut pokoknya. Kalau pokoknya emas, nisabnya seperti emas. Kalau pokoknya perak, nisabnya seperti nisab perak, dan harta perniagaan hendaklah dihitung dengan harga pokok (emas atau perak), juga zakatnya sebanyak zakat emas atau perak, yaitu 1/40 = 2 ½ %.

B.   Nisab dan zakat Satu Persatunya
1.  Nisab dan Zakat Unta
Mulai dari 121 ini dihitung tiap – tiap 40 ekor anak unta yang berumur 2 tahun 3 tahun, dan tiap – tiap 50 ekor unta zakatnya 1 ekor unta yang berumur 3 tahun lebih. Jadi, 130 ekor unta zakatnya 2 ekor anak unta umur 2 tahun 1 ekor unta umur 3 tahun, dan 140 ekor unta zakatnya 1 ekor anak unta umur 2 tahun dan 2 ekor anak unta umur 3 tahun. Kalau 150 ekor unta, zakatnya 3 ekor anak unta umur 3 tahun, dan seterusnya menurut perhitungan di atas. Umur – umur tersebut supaya dilebihkan, walaupun sedikit, seperti yang tersebut dalam daftar.

2.  Nisab Zakat Sapid an Kerbau
Seterusnya tiap – tiap 30 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 1 tahun lebih, dan tiap – tiap 40 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2 tahun lebih. Jadi zakat 80 ekor sapi atau kerbau ialah 2 ekor anak sapi umur 1 tahun lebih dan 1 ekor umur 2 tahun.

3.  Nisab Zakat Kambing
Mulai dari 400 ekor kambing, dihitung tiap – tiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing atau domba umurnya sebagaimana tersebut di atas, dan seterusnya. Jadi, 500 – 599 ekor kambing zakatnya 5 ekor kambing, 600 ekor kambing zakatnya 6 ekor kambing, dan bandingkanlah seterusnya.
Binatang Milik Berserikat
Orang yang berserikat memiliki binatang ternak, baik dua orang atau lebih, binatang mereka dalam urusan zakatnya dipandang sebagai harta satu orang. Artinya, semua binatang milik kedua orang tua itu dikeluarkan zakatnya seperti pengeluaran zakat satu orang. Maka kalau jumlah kambing keduanya sampai satu nisab, wajib dikeluarkan zakatnya, dan kalau jumlahnya tidak sampai satu nisab, tidak wajib dizakati. Perserikatan ini dipandang sah apabila mencukupi syarat – syarat berikut :
a)    Satu kandangnya
b)   Satu tempat menggembalakannya
c)    Satu jalan ke tempat menggembalakannya
d)   Satu tukang gembalanya
e)   Satu jantan bibitnya
f)    Satu tempat minumnya
g)   Satu tempat memerahnya dan orang yang memerahnya, begitupun tempat susunya.

4.  Nisab Emas – Perak dan Zakatnya
Emas dan perak wajib dizakati apabila yang bersihnya cukup satu nisab.
-      Nisab emas 20 misqal, berat timbangannya 93,6 gram, zakatnya 1/40 (2 ½ % = ½ misqal = 2,125 gr )
-      Nisab perak 200 dirham (624 gram), zakatnya 1/40 (2 ½ %) = 5 dirham (15,6 gram)
Penjelasan Timbangan Dirham
Perbandingan timbangan dirham dengan gram diambil dari ukuran timbangan yang dipakai di sekolah – sekolah di Mesir.
Penjelasannya
1 dirham = 3,12 gram
200 dirham = 200 x 3,12 gram = 624 gram
Diambil ukuran timbangan, karena dirham itu dalam bahasa Arab adalah nama bagi ukuran timbangan.
Kalau seorang Arab berkata, “Saya telah membeli obat sebanyak 1 dirham”, artinya dia sudah membeli obat yang timbangannya 1 dirham (3,12 gram). Persamaan harga tidak tetap, pertukaran uang satu negeri lain tidak tetap, naik turun menurut perubahan waktu.
Perak yang lebih dari 200 dirham dan emas yang lebih dari 20 misqal wajib dihitung zakatnya menurut ukuran tersebut, yaitu 1/40 (2 ½).
Pakaian
Pakaian yang sifatnya mubah, seperti emas perhiasan perempuan. Pendapat pertama mengatakan tidak wajib, karena perhiasan itu sama dengan sapi yang dipakai bekerja. Pendapat ini dikuatkan oleh mazhab Syafii. Menurut pendapat kedua, bahkan zakatnya wajib dibayar, walaupun belum satu tahun dan tidak sampai satu nisab. Zakatnya dibayar satu kali saja.

Zakat Piutang
Orang yang mempunyai piutang banyaknya sampai satu nisab dan masanya telah sampai satu tahun serta mencukupi syarat – syarat yang mewajibkan zakat, juga keadaan piutang itu telah tetap, baik piutang itu dari jenis emas atau perak maupun harta perniagaan. Piutang yang seperti itu wajib dizakati dan wajib mengeluarkan zakatnya bila mungkin membayarnya.
Penjelasan
Kalau yang berutang itu kaya, dapat membayar zakatnya sekiranya yang berpiutang minta dibayar, maka yang berpiutang wajib membayar zakatnya ketika itu. Tetapi kalau yang berpiutang miskin, belum dapat membayar, maka zakatnya tidak wajib dibayar ketika itu, hanya wajib dibayar sewaktu ia sudah dapat membayar, walaupun untuk beberapa tahun (beberapa kali bayaran).
Zakat Uang Kertas
Uang kertas itu adalah sebagai tanda bahwa yang memegangnya berhak atas emas atau perak sebanyak angkanya, tetapi sekarang uang kertas sudah laku di pasar – pasar sebagaimana emas dan perak. Dapat dibelikan pada apa pun dan boleh ditukar dengan perak di sembarang waktu dan tempat dengan cepat. Oleh karena itu, uang kertas wajib dizakati apabila mencukupi syarat – syarat wajib zakat sebagai yang telah diterangkan. Dalam praktiknya, emas dan perak sekarang sudah amat sedikit di tangan orang banyak karena emas dan perak itu sudah dikuasai oleh bank (negara) di seluruh dunia, sedangkan segala keperluan dapat dijalankan dengan uang kertas saja. Maka kalau tidak diwajibkan zakat pada uang kertas, sudah tentu akibatnya akan mengurangi hak fakir miskin, bahkan boleh jadi beberapa hari lagi akan hilang sama sekali bila uang emas dan perak terus – menerus dikuasai oleh bank dan pemerintah, sedangkan zakat iitu disyariatkan guna menolong mereka yang berhak menerima zakat, agar mereka dapat pula menjalankan kewajiban mereka kepada Allah dan kepada masyarakat.

5.  Nisab Biji dan Buah – Buahan
Nisab biji makanan yang menyenangkan dan buah – buahan adalah 300 sa’ (lebih kurang 930 liter) bersih dari kulitnya.
1 wasaq = 60 sa’
5 wasaq = 5 x 60 sa’ = 300 sa’
1 sa’ = 3,1 liter. (Lihat kamus Arabic English Lexicon)
Zakatnya, kalau yang diairi dengan air sungai atau air hujan adalah 1/10 (10%). Tetapi kalau diairi dengan air kincir yang ditarik oleh binatang, atau disiram dengan alat yang memakai biaya, zakatnya adalah 1/20 (5%).
Selebihnya dari satu nisab (300 sa’) dihitung zakatnya menurut perbandingan yang tersebut di atas (10% atau 5%).
Mulai wajib zakat biji dan buah – buahan ialah bila sudah dimiliki, yaitu dari sesudah masak. Zakat itu wajib dikeluarkan tunai apabila sudah terkumpul, dan yang menerimanya sudah ada.



C.   Hasil Tambang
Hasil tambang emas dan hasil tambang perak, apabila sampai satu nisab, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga dengan tidak disyaratkan sampai satu tahun, seperti pada biji – bijian dan buah – buahan. Zakatnya adalah 4/10 (2 ½ %)

D.  Zakat Rikaz (Harta Terpendam)
Rikaz adalah emas atau perak yang ditanam oleh kaum Jahiliyah (sebelum islam). Apabila kita mendapat emas atau perak yang ditanam oleh kaum Jahiliyah itu, wajib kita keluarkan zakat sebanyak 1/5 (20%)
Rikaz tidak disyaratkan sampai satu tahun. Tetapi apabila didapat, wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga, seperti zakat hasil tambang emas – perak.
Adapun nisabnya, sebagian ulama berpendapat bahwa disyaratkan sampai satu nisab. Pendapat ini menurut mazhab Syafii. Menurut pendapat yang lain, seperti pendapat Imam Maliki, Imam Abu Hanifah serta Imam Ahmad dan pengikut – pengikut mereka, nisab itu tidak menjadi syarat.
Rikaz itu menjadi kepunyaan yang mendapatkannya, dan ia wajib membayar zakat apabila didapat dari tanah yang tidak dipunyai orang. Tetapi kalau didapat dari tanah yang dipunyai orang, maka perlu ditanyakan kepada semua orang yang telah memiliki tanah itu. Kalau tidak ada yang mengakuinya, maka rikaz itu kepunyaan yang membuka tanah itu.

E.   Zakat Fitrah
Pada setiap Hari Raya Idul Fitri, setiap orang Islam, laki – laki dan perempuan, besar kecil, merdeka atau hamba, diwajibkan membayar zakat fitrah sebanyak 3,1 liter dari makanan yang mengenyangkan menurut tiap – tiap tempat (negeri).
1.  Syarat – syarat Wajib Zakat Fitrah
a)    Islam. Orang yang tidak beragama islam tidak wajib membayar zakat fitrah
b)   Lahir sebelum terbenam matahari pada hari penghabisan bulan Ramadhan. Anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib fitrah. Orang yang kawin sesudah terbenam matahari tidak wajib membayarkan fitrah istrinya yang baru dikawininya itu.
c)    Dia mempunyai lebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, baik manusia ataupun binatang, pada malam hari raya dan siang harinya.

2.  Memabayar Fitrah sebelum Waktu Wajib
Sebagaimana telah diketahui, waktu wajib zakat fitrah ialah sewaktu terbenam matahari pada malam hari raya. Sungguhpun begitu, tidak ada halangan bila dibayar sebelumnya, asal dalam bulan puasa.
a)    Waktu yang diperbolehkan, yaitu dari awal Ramadhan sampai hari penghabisan Ramadhan.
b)   Waktu wajib, yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadhan.
c)    Waktu yang lebih baik (sunat), yaitu dibayar sesudah sholat subuh sebelum pergi sholat hari raya.
d)   Waktu makruh, yaitu membayar fitrah sesudah sholat hari raya, tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya.
e)   Waktu haram lebih telat lagi, yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya.

3.  Membayar Fitrah dengan Harganya
Berfitrah dengan uang seharga makanan, menurut mazhab Syafii tidak boleh, karena yang diwajibkan dalam hadis ialah sesuatu yang mengenyangkan. Dalam mazhab Hanafi tidak ada halangan, karena fitra itu hak rang – orang miskin, untuk menutup hajat mereka, boleh dengan makanan dan boleh dengan uang, tidak ada bedanya.

4.  Menta-khirkan Zakat
Apabila terlambat membayar zakat sesudah sampai tahunnya dan harta sudah ditangannya, begitupun yang berhak menerima zakat sudah ada, maka jika barang itu hilang, ia wajib mengganti zakatnya karena kelalaiannya.

F.   Orang yang Berhak Menerima Zakat
1.  Mazhab Hanafi
Fakir : Orang yang tidak mempunyai harta kurang dari satu nisab, atau mempunyai satu nisab atau lebih, tetapi habis untuk keperluannya.
Miskin : Orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun.
‘Amil : Orang yang diangkat untuk mengambil dan mengurus zakat
Muallaf : Mereka tidak diberi zakat lagi sejak masa khalifah pertama
Hamba : Hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya dengan uang atau dengan harta lain.
Berutang : Orang yang mempunyai utang, sedangkan jumlah hartanya diluar utang tidak cukup satu nisab, dia diberi zakat untuk membayar utangnya.
Sabilillah : Balatentara yang berperang pada jalannya Allah
Musafir : Orang yang dalam perjalanan, kehabisan perbekalan. Orang ini diberi sekedar untuk keperluannya.

2.  Mazhab Maliki
Fakir : Orang yang mempunyai harta, sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk keperluannya dalam masa satu tahun. Orang yang mencukupi dari penghasilan tertentu tidak diberi zakat. Orang yang punya penghasilan tidak mencukupi, diberi sekedar untuk mencukupi.
Miskin : Orang yang tidak mempunyai sesuatu pun.
‘Amil : Pengurus zakat, pencatat, pembagi, penasihat, dan sebagainya yang bekerja untuk kepentingan zakat. Syarat menjadi ‘amil : a) adil, b) mengetahui segala hokum yang bersangkutan dengan zakat.
Muallaf : Sebagian mengatakan bahwa orang kafir yang ada harapan untuk masuk agama islam. Sebagian yang lai mengatakan bahwa orang yang baru memeluk agama islam.
Hamba : Hamba muslim yang dibeli dengan uang zakat dan dimerdekakan.
Berutang : Orang yang berutang, sedangkan hartanya tidak mencukupi untuk membayar utangnya, utangnya dibayar dari zakat kalau dia berutang bukan untuk sesuatu yang fasad (jahat).
Sabilillah : Balatentara dan mata – mata. Juga harus untuk membeli senjata, kuda, atau untuk keperluan peperangan yang lain pada jalan Allah.
Musafir : Orang yang dalam perjalanan, sedangkan ia memerlukan biaya untuk ongkos pulang kenegerinya, dengan syarat keadaan perjalanannya buka maksiat.

3.  Mazhab Hambali
Fakir : Orang yang tidak mempunyai harta, atau mempunyai harta kurang dari seperdua keperluannya.
Miskin : Yang mempunyai harta seperdua keperluannya atau lebih, tetapi tidak mencukupi.
‘Amil : Pengurus zakat, dia diberi zakat sekadar upah pekerjaannya (sepadan dengan upah pekerjaannya).
Muallaf : Orang yang mempunyai pengaruh di sekelilingnya, sedangkan ia ada harapan masuk Islam, ditakuti kejahatannya, orang islam yang ada harapan imannya akan bertambah teguh, atau ada harapan orang lain akan masuk Islam karena pengaruhnya.
Hamba : Hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya boleh menebus dirinya dengan uang yang telah ditentukan oleh tuannya itu, ia diberi zakat sekadar penebus dirinya.
Berutang : Ada dua macam : a) orang yang berutang untuk mendamaikan orang lain yang berselisih, b) orang yang berutang untuk dirinya sendiri pada pekerjaan yang mubah atau haram, tetapi dia sudah tobat. Maka ia diberi zakat sekadar utangnya.
Di jalan Allah : Balatentara yang tidak mendapat gaji dari pimpinan (pemerintah).
Musafir : Orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan yang halal (yang diperbolehkan). Musafir diberi sekadar cukup untuk ongkos pulangnya.

4.  Mazhab Syafii
Fakir : Orang yang mempunyai harta dan usaha, atau mempunyai harta atau usaha, yang kurang dari seperdua kecukupannya, dan tidak ada orang yang berkewajiban memberi belanjanya.
Miskin : Orang yang mempunyai harta atau usaha sebanyak seperdua kecukupannya atau lebih, tetapi tidak samapi mencukupi.
‘Amil : Semua orang yang bekerja mengurus zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu.
Muallaf : Ada empat macam,
a)    Orang yang baru masuk islam, sedangkan imannya belum teguh.
b)   Orang islam yang berpengaruh dalam kaumnya, dan kita berpengharapan kalau dia diberi zakat, maka orang lain dari kaumnya akan masuk islam.
c)    Orang islam yang berpengaruh terhadap kafir. Kalau dia diberi zakat, kita akan terpelihara dari kejahatan kafir yang di bawah pengaruhnya.
d)   Orang yang menolak kejahatan orang yang anti zakat.
Hamba : Hamba yang dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya. Hamba itu diberi zakat sekadar untuk penebus dirinya.
Berutang : Ada tiga macam,
a)    Orang yang berutang karena mendamaikan dua orang yang sedang berselisih.
b)   Orang yang berutang untuk kepentingan dirinya sendiri pada keperluan yang mubah, atau yang tidak mubah, tetapi dia sudah tobat.
c)    Orang yang berutang karena menjamin utang orang lain, sedangkan dia dan orang yang dijaminkannya itu tidak dapat membayar utang. Yang dua (b dan c) diberi zakat kalah dia tidak mampu membayar utangnya. Tetapi yang pertama (a) diberi, sekalipun dia kaya.
Sabilillah : Balatentara yang membantu dengan kehendaknya sendiri, sedangkan dia tidak mendapat gaji yang tertentu dan tidak pula mendapat bagian dari harta yang disediakan untuk keperluan peperangan dalam kesatuan balatentara. Orang ini diberi zakat meskipun dia kaya sebanyak keperluannya untuk masuk ke medan peperangan, seperti biaya hidupnya, membeli senjata, kuda, dan alat perang lainnya.
Musafir : Orang yang mengadakan perjalanan, dari negeri zakat atau melalui negeri zakat.

G.  Orang yang Tidak Berhak Menerima Zakat
1.     Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha dan penghasilan
2.    Hamba sahaya
3.    Keturunan Rasulullah Saw
4.    Orang yang dalam tanggungan yang berzakat
5.    Orang yang tidak beragama islam

H.  Hikmah (gunanya) Zakat
1.     Menolong orang yang lemah dan susah agar dia dapat menunaikan kewajibannya terhadap Allah dan terhadap makhluk Allah (masyarakat)
2.    Membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak yang tersela, serta mendidik diri agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan membayarkan amanat kepada orang yang berhak dan berkepentingan.
3.    Sebagai ucapan syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang diberikan kepadanya. Tidak syak lagi bahwa berterima kasih yang diperlihatkan oleh yang diberi kepada yang memberi adalah suatu kewajiban yang terpenting menurut ahli kesopanan.
4.    Guna menjaga kejahatan – kejahatan yang akan timbul dari si miskin dan yang susah.
5.    Guna mendekati hubungan kasih saying dan cinta-mencintai antara si miskin dengan si kaya.

I.   Sedekah Sunat
Selain dari sedekah sunat yang wajib (zakat dan kafarat), agama juga menganjurkan supaya bersedekah pada jalan Allah secukupnya apabila ada kepentingan – kepentingan yang memerlukan, baik pada hal – hal tertentu ataupun pada kemaslahatan umum.


Daftar Pustaka

Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. Fakultas P.T.A.I.N; Yogyakarta, 1954.

BAB I
PENDAHULUAN

     Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap Tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat nanti. Bentuk dan jenis ibadah sangat bermacam – macam, seperti Sholat, puasa, naik haji, jihad, membaca Al-Qur'an, dan lainnya. Dan setiap ibadah memiliki syarat – syarat untuk dapat melakukannya, dan ada pula yang tidak memiliki syarat mutlak untuk melakukannya. Diantara ibadah yang memiliki syarat – syarat diantaranya haji, yang memiliki syarat–syarat, yaitu mampu dalam biaya perjalannya, baligh, berakal, dan sebagainya. Dan contoh lain jika kita akan melakukan ibadah sholat maka syarat untuk melakukan ibadah tersebut ialah kita wajib terbebas dari segala najis maupun dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.

     Kualitas pahala ibadah juga dipermasalah jika kebersihan dan kesucian diri seseorang dari hadats maupun najis belum sempurna. Maka ibadah tersebut tidak akan diterima. Ini berarti bahwa kebersihan dan kesucian dari najis maupun hadats merupakan keharusan bagi setiap manusia yang akan melakukan ibadah, terutama sholat, membaca Al-Qur'an, naik haji, dan lain sebaginya.


 

Kelompok 2

BAB II
TAHARAH

A.  Bersuci
Dalam rukun Islam bersuci dan segala seluk beluk termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, karena diantara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis.
Perihal bersuci meliputi beberapa perkara berikut :
1.  Alat bersuci, seperti ari, tanah, dan sebagainya
2.  Kaifiat (cara) bersuci
3.  Macam dan jenis – jenis najis yang perlu disucikan
4.  Benda yang wajib disucikan
5.  Sebab – sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci
Bersuci ada dua bagian
1.  Bersuci dari hadas
Bagian ini khusus untuk badan, seperti mandi, berwudhu, dan tayamum.
2.  Bersuci dari najis
Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.

B.  Macam – macam Air dan Pembagiannya
1.    Air yang suci dan menyucikannya
Air yang demikian boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain. Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
Perubahan air yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” walaupun perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifat yang tiga (warna, rasa, dan baunya) adalah sebagai berikut.
a)    Berubah karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang
b)    Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam
c)    Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah disebabkan ikan atau kiambang
d)    Berubah karena tanah yang suci, begitu juga segala perubahan yang sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun – daunan yang jatuh dari pohon – pohon yang berdekatan dengan sumur atau – tempat air itu

2.    Air suci, tetapi tidak menyucikan
Zatnya suci, tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada tiga macam air, yaitu :
a)    Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan suatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tersebut di atas, seperti air kopi, teh dan sebagainya
b)    Air sedikit, kurang dari dua kulah[1], sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan hukum najis, sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambaj timbangannya.
c)    Air pohon – pohonan air buah – buahan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu (air nira), air kelapa, dan sebagainya
3.    Air yang bernajis
Air yang termasuk bagian ini ada dua macam :
a)    Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis. Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik airnya sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya najis
b)    Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu sifatnya. Air ini kalau sedikit (berarti kurang dari dua kulah) tidak boleh dipakai lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis

4.    Air yang makruh
Yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini makruh dipakai untuk badan, tetapi tidak makruh untuk pakaian, kecuali air yang tejemur di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat – tempat yang bukan bejana yang mungkin berkarat.

C.  Benda – benda Yang Termasuk Najis
1.    Bangkai binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia
Adapun bangkai binatang laut (seperti ikan) dan bangkai binatang darat yang tidak berdarah ketika masih hidupnya (seperti belalang) serta mayat manusia, semuanya suci.
2.    Darah
Segala macam darah itu najis, selain hati dan limpa. Dikecualikan juga darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang sudah disembelih, begitu juga darah ikan. Kedua macam darah ini suci atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalakan.
3.    Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair, karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.

4.    Segala benda cair yang keluar dari dua pintu[2]
Semua najis itu selain mani, baik yang biasa (seperti tinja, air kencing) ataupun yang tidak biasa seperti mazi[3], baik dari hewan yang halal dimakan ataupun tidak halal dimakan
5.    Arak, setiap minuman keras yang memabukkan
Dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 90 yang artinya : “Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan”.
6.    Anjing dan babi
Mencuci sesuatu disebabkan tiga perkara :
a)    Karena hadas
b)    Karena najis
c)    Karena kehormatan
Di mulut anjing sudah tentu tidak ada hadas, tidak pula kehormatan. Oleh sebab itu, pencuciannya hanya karena najis. Babi dikiaskan (disamakan) dengan anjing karena keadaannya lebih buruk daripada anjing.

D.  Kaifiat (cara) Mencuci Benda yang Kena Najis
1.    Najis mugallazah (tebal)
Yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah.
2.    Najis mukhaffafah (ringan)
Misalnya kencing anak laki – laki yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda itu, meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa – apa selain ASI, kaifiat mencucinnya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat – sifatnya, sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.
3.    Najis mutawassitah
Yaitu najis yang lain daripada kedua macam yang tersebut di atas. Najis pertengahan ini terbagi atas dua bagian :
a)    Najis hukmiah
Yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat, bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat – sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.

b)    Najis ‘ainiyah
Yang masih ada zat, warna, rasa, atau baunya, kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna dan baunya.

E.  Istinja’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua pintu tempat keluar kotorang, wajib iistinja’ dengan air atau dengan tiga buah batu. Yang lebih baik, mula – mula dengan batu atau lainnya, kemudian dengan air.
Yang dimaksud dengan batu disini ialah setiap benda yang keras, suci, dan kesat seperti kayu, tembikar, dan sebagainya. Adapun benda yang licin (seperti kaca) tidak sah dipakai istinja’ karena tidak dapat menghilangkan najis.

F.  Adab Buang Air Kecil dan Besar
1.    Sunat mendahulukan kaki kiri ketika masuk kakus, dan mendahulukan kaki kanan tatkala keluar, sebab sesuatu yang mulia hendaklah dimulai dengan kanan, dan sebaliknya setiap yang hina dimulai dengan kiri.
2.    Janganlah berkata – kata selama di dalam kakus itu, kecuali berdoa dikala masuk kakus, sebab apabila Rasulullah Saw. Masuk kakus, beliau mencabut cincin beliau yang berukir Muhammad Rasulullah.
3.    Hendaklah memakai sepatu, terompah, atau sejenisnya, karena Rosulullah Saw. Apabila masuk kakus, beliau memakai sepatu. ( Riwayat Baihaqi )
4.    Hendaklah jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya, supaya jangan menggangu oran lain.
5.    Jangan berkata-kata selama didalam kakus, kecuali apabila ada keperluan yang sangat penting yang tidak dapat di tangguhkan, sebab Rosulullah Saw melarang yang demikian. ( Riwayat Hakim )
6.    Jangan membuang air kecil atau besar di air yang tenang, kecuali apabila di air yang tenang itu banyak menggenangnya, seperti tebat. Sebab Rosulullah Saw melarang kencing di air tenang. (Riwayat Muslim)
7.    Jangan membuang air kecil (kencing) dilubang-lubang tanah karena kemungkinan ada binatang yang akan tersakiti dalam lubang itu, dan Rosulullah Saw melarang yang demikian. (Riwayat Abu Dawud)
8.    Jangan buang air kecil dan besar ditempat pemberhentian, karena mengganggu orang yang berhenti.

G.  Wudu ( mengambil air untuk shalat )
Perintah wajib wudu bersamaan dengan perintah wajib shalat lima waktu, yaitu satu tahun setengah sebelum tahun hijriah.
Syarat-syarat wudu :
1.    Islam
2.    Mumayiz, karena wudu itu merupakan ibadat yang wajib diniati, sedangkan orang yang tidak beragama Islam dan orang yang belum mumayiz tidak diberi hak untuk berniat
3.    Tidak berhadas besar
4.    Dengan air yang suci dan mensucikan
5.    Tidak ada yang menghalangi sampainya air kekulit, seperti getah dan sebagainya yang melekat diatas kulit anggota wudu
Fardu ( Rukun ) wudu :
1.    Niat.
2.    Membasuh muka
3.    Membasuh dua tangan sampai ke siku
4.    Menyapu sebagian kepala
5.    Membasuh kedua telapak kaki
6.    Menertibkan rukun-rukun diatas
Beberapa sunat wudu :
1.    Membaca “bismillah” pada permulaan wudu
2.    Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
3.    Berkumur-kumur.
4.    Memasukkan air kehidung.
5.    Menyapu seluruh kepala.
6.    Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
7.    Menyilang-nyilangi jari kedua tangan dengan cara berpanca dan menyilang-nyilangi jari kaki dengan kelingking tangan kiri di mulai dari kelingking jari kaki kanan disudahi dengan kelingking kaki kiri.
8.    Mendahulukan anggota kanan daripada kiri.
9.    Membasuh tiap anggota tiga kali.
10. Berturut-turut antara anggota.
11. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena berhalangan misalkan sakit.
12. Tidak diseka.
13. Menggosok anggota wudu agar menjadi bersih.
14. Menjaga supaya percikan air itu jangan kembali kebadan.
15. Jangan bercakap-cakap sewaktu berwudu, kecuali apabila ada hajat.
16. Bersiwak (bersugi atau menggosok gigi) dengan benda yang kesat, selain bagi orang yang berpuasa sesudah tergelincir matahari.
17. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudu.
18. Berdoa sesudah selesai wudu.
19. Membaca kedua kalimat syahadat sesudah selesai wudu.
Hal-hal yang membatalkan wudu :
1.    Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya.
2.    Hilang akal.
3.    Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan.
4.    Menyentuh kemaluan atau dubur dengan telapak tangan.

H.  Menyapu Sepatu
Orang yang terus menerus memakai sepatu, apabila ia berwudu boleh menyapu atau mengusap bagian atas kedua sepatunya saja dengan air.
     Syarat-syarat menyapu sepatu :
1.    Kedua sepatu itu hendaknya dipakai sesudah suci secara sempurna.
2.    Kedua sepatu itu hendaklah sepatu panjang, yaitu menutup bagian kaki yang wajib dibasuh (dari tumit sampai kedua mata kaki).
3.    Kedua sepatu itu kuat, bisa dipakai berjalan jauh, dan terbuat dari benda yang suci.
Yang membatalkan menyapu sepatu :
1.    Apabila keduanya atau salah satu diantaranya terbuka, baik dibuka dengan sengaja ataupun tidak sengaja.
2.    Habis masa yang ditentukan (sehari semalam bagi orang tetap, tiga hari tiga malam bagi orang musafir ).
3.    Apabila ia berhadas besar yang mewajibkan mandi.

I.   Mandi wajib
Mandi yang dimaksud disini adalah mengalirkan air keseluruh badan dengan niat. Adapun sebab - sebab mandi wajib yaitu ;
1.    Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak.
2.    Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.
3.    Mati, Orang Islam yang mati fardu kifayah atas muslimin yang hidup memandikannya, kecuali orang yang mati syahid.
4.    Haid, apabila seorang perempuan telah berhenti dari haid, ia wajib mandi agar ia dapat salat dan dapat bercampur dengan suaminya.
5.    Nifas, yaitu darah yang keluar dari kemaluan perempuan sesudah melahirkan anak.
6.    Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak seperti keguguran.
Fardu ( rukun ) mandi yaitu :
1.    Niat, orang yang junub hendaklah berniat menghilangkan hadas junubnya dan perempuan yang habis haid hendaklah berniat menghilangkan hadas kotorannya.
2.    Mengalirkan air keseluruh badan.
Sunat-sunat mandi diantaranya yaitu ;
1.    Membaca “bismillah” pada permulaan mandi.
2.    Berwudu sebelum mandi.
3.    Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4.    Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri.
5.    Berturut-turut.
Adapun Mandi sunat diantaranya adalah ;
1.    Mandi hari jumat disunatkan bagi yang bermaksud akan mengerjakan salat jumat, agar baunya yang busuk tidak mengganggu orang disekitar tempat duduknya.
2.    Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha.
3.    Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada sangkaan ( kemungkinan ) ia keluar mani.
4.    Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah.
5.    Mandi sehabis memandikan mayat.
6.    Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam.

J.   Tayamum
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudu atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa halangan (uzur0, yaitu ;
1.    Uzur karena sakit,
2.    Uzur karena dalam perjalanan,
3.    Karena tidak ada air.
Syarat-syarat tayamun yaitu ;
1.    Sudah masuk waktu salat.
2.    Sudah diusahakan mencari air tetapi tidak dapat sedangkan waktu sudah masuk.
3.    Dengan tanah yang suci dan berdebu.
4.    Menghilangkan najis.
Fardu (rukun) tayamum, yaitu :
1.    Niat.
2.    Mengusap muka dengan tanah.
3.    Mengusap kedua tangan sampai kesiku dengan tanah.
4.    Menertibkan rukun-rukun.
Sunat tayamum yaitu :
1.    Membaca “bismillah”.
2.    Mengembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang diatas tangan menjadi tipis.
3.    Membaca kedua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum, sebagaimana sesudah selesai berwudu.
Hal-hal yang membatalkan tayamum, yaitu :
1.    Tiap-tiap hal yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum.
2.    Ada air. Mendapat air sebelum salat, batallah tayamum bagi orang yang bertayamum karena ketiadaan air bukan karena sakit.

K.  Darah-darah yang keluar dari rahim perempuan
1.    Darah haid (kotoran)
Yaitu darah yang keluar dari rahim perempuan yang telah sampai umur (baliq) dengan tidak ada penyebabnya, melainkan memang sudah menjadi kebiasaan perempuan. Sekecil-kecilnya perempuan mulai haid berumur 9 (Sembilan) tahun.
2.    Darah nifas
Yaitu darah yang keluar dari rahim perempuan sesudah ia melahirkan anak. Masa nifas sedikitnya sekejap, kebiasaannya (kebanyakan perempuan) keluar darah nifas selama 40 hari, dan selama-lamanya 60 hari.
3.    Darah penyakit
Yaitu darah yang keluar dari rahim perempuan karena sesuatu penyakit, bukan di waktu haid atau nifas. Perempuan yang berdarah penyakit itu wajib salat, dan tetap pula mengerjakan ibadat yang lain, sebagaimana yang diwajibkan bagi orang berpenyakit lainnya. Maka perempuan yang berdarah penyakit hendaklah mengerjakan sebagai berikut :
a.    Kalau ia dapat membedakan antara dua jenis darah itu dengan sifat-sifat darah, hendaklah ia jalankan kewajibannya menurut keadaan sifat-sifat itu. Berarti kalau kelihatan bersifat darah haid, hendaklah ia berhenti salat. Sebaliknya jika kelihatan sifat-sifat darah penyakit, hendaklah ia mengerjakan salat dan ibdat lain.
b.    Kalau darah haidnya keluar sebelum ia mengeluarkan darah penyakit tetap waktunya, umpamanya selalu di awal bulan atau akhir bulan, maka hendaklah ia mempergunakan ketentuan itu.
c.    Kalau ia tidak dapat membedakan darah haid dari darah penyakit dan waktu haidnya yang biasa tidak menurut waktu yang tertentu atau ia lupa waktunya, hendaknya masa haidnya dijadikannya kebiasaan kebanyakan perempuan dalam hal yang semacam itu (yaitu enam atau tujuh hari).

L.  Pekerjaan yang di larang karena hadas
1.    Hal-hal yang dilarang karena hadas kecil
1.    Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunat. Begitu juga sujud tilawah, sujud syukur, dan khotbah jumat.
2.    Tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3.    Menyentuh, membawa, atau mengangkat mushaf (Qur’an) kecuali jika dalam keadaan terpaksa untuk menjaganya agar jangan rusak, jangan terbakar atau tenggelam.
2.    Hal-hal yang dilarang karena hadas junub.
1.    Salat, baik salat fardu ataupun salat sunah.
2.    Tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3.    Menyentuh, membawa, atau mengangkat mushaf (Qur’an).
4.    Membaca Al-Quran.
5.    Berhenti dalam masjid.
3.    Hal-hal yang dilarang karena hadas, haid atau nifas
1.    Mengerjakan salat, baik salat fardu ataupun salat sunah.
2.    Mengerjakan tawaf, baik tawaf fardu ataupun tawaf sunat.
3.    Menyentuh, membawa, atau  Al-Qur’an.
4.    Diam didalam masjid.
5.    Puasa, baik puasa fardu maupun puasa sunat.
6.    Suami haram menalak isterinya yang sedang haid atau nifas.
7.    Suami istri haram bersetubuh ketika istri sedang haid atau nifas sampai ia suci dari haid atau nifasnya dan sesudah ia mandi.

Apakah yang wajib dihindari oleh suami ketika istrinya sedang haid. Dalam soal ini ada beberapa pendapat:
1.    Yang wajib dihindari ialah semua badan istri Karena dalam ayat tersebut diperintahkan menjauhi perempuan dengan tidak ditentukan apanya yang harus dijauhi itu.
2.    Yang wajib dihindari hanya tempat keluar darah itu saja karena ayat tersebut membicarakan tentang darah.
3.    Yang wajib dihindari ialah bagian antara pusat dan lutut perempuan karena dikhawatirkan tidak sabar.

Hal yang harus diperhatikan berhubungan dengan darah
      Diantara beberapa kewajiban kaum perempuan ialah mempelajari hal-hal dan hukum-hukum yang berhubungan dengan darah haid, darah nifas, dan darah penyakit, sebab hal yang demikian amat sangat banyak sangkut pautnya dengan amal ibadat dan pergaulan antara suami istri. Kalau suami pandai, wajiblah mengajar istrinya dan sang istri wajib belajar,. Akan tetapi kalau suami tidak pandai, sang istri wajib belajar pada orang lain yang dipercayainya.

 

Daftar Pustaka

Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. Fakultas P.T.A.I.N; Yogyakarta, 1954.


[1]   Banyaknya air dua kulah adalah : kalau tempatnya empat persegi panjang, maka panjangnya 1 ¼ hasta, lebar 1 ¼ hasta, dan dalam 1 ¼ hasta. Kalau tempatnya bundar, maka garis tengahnya 1 hasta, dalam 2 ¼ hasta, dah keliling 3 1/7 hasta.
[2]   Dua pintu tempat buang air kecil dan air besar.
[3]   Cairan yang keluar dari kemaluan laki – laki ketika ada syahwat yang sedikit


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas kehendaknya tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang tanpa lelah mengobarkan semangat jihad fisabilillah.

Dalam pelaksanaan tugas ini, kami banyak mengalami hambatan-hambatan, terutama disebabkan oleh ketidaktahuan ilmu pengetahuan. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak laporan ini dapat diselesaikan, walaupun masih banyak dengan kekurangan. Karena itu kami mengucapkan terima kasih.

Tidak ada gading yang tidak retak, demikian pepatah mengatakan. Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar, bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna bahkan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang positif agar tugas ini menjadi lebih baik dan lebih berdaya guna dimasa yang akan datang.

Semoga tugas yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pendidikan Indonesia dan pembaca sekalian pada umumnya dan rekan-rekan mahasiswa.





Sungai lilin,   November 2010
           Kelompok VII






MAKALAH NIKAH, TALAK, RUJUK DAN CERAI
PEMBAHASAN
بسم الله الرحمن الرحيم

A. PERNIKAHAN
  1. Pengertian dan Hukum Pernikahan
Pernikahan merupakan syariat yang telah ditetapkan Allah agar hubungan suami istri dikalangan manusia menjadi sah dan tidak dianggap zina.
Allah SWT berfirman dan surat An-Nisa ayat 3 sebagai berikut.

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ
أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا
“ Maka nikahilah wanita-perempuan (lain) yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (nikahilah) seorang saja. “ ( Q.S. an-Nisa : 3 )

Hukum Pernikahan :
a.       Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan-keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b.      Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan terjerumus dalam perzinaan.
c.       Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan karena tidak mampu memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat.
d.      Haram, bagi orang yang ingin menikah dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia-nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e.       Mubah, bagi orang-orang yang tidak terdesak oleh hal-hal yang mengharuskan segerah nikah atau yang mengharamkannya.

  1. Rukun dan Syarat Pernikahan
Rukun perkawinan ada lima macam, yaitu :
1.      Calon Suami
Calon suami harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a.       Beragama islam
b.      Benar-benar pria
c.       Tidak dipaksa
d.      Bukan mahram calon istri
e.       Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
f.        Usia sekurang-kurangnya 19 tahun
2.      Calon Istri
Calon istri harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut.
a.       Beragama islam
b.      Benar-benar perempuan
c.       Tidak dipaksa
d.      Halal bagi calon suami
e.       Bukan mahran calon suami
f.        Tidak sedang ihram, haji, atau umrah
g.       Usia sekurang-kurangnya 16 tahun
3.      Wali
Wali harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a.       Beragama islam
b.      Baliqh (dewasa)
c.       Berakal sehat
d.      Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
e.       Adil (tidak fasik)
f.        Laki-laki
4.      Dua Orang Saksi
Dua orang saksi harus memenuhi syrat-syarat sebagai berikut.
a.       Islam
b.      Baliqh (dewasa)
c.       Berakal sehat
d.      Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
e.       Adil (tidak fasik)
f.        Mengerti maksud akad nikah
g.       Laki-laki

5.      Ijab Qabul
Ijab qobul adalah ucapan serah terima antara wali calon istri dan mempelai laki-laki. Ijab adalah ucapan wali mempelai perempuan yang berisi pernyataan pernikahan qabul adalah ucapan mempelai laki-laki yang menyatakan menerima pernikahan.
6.      Mahar (Mas Kawin)
Mahar adalah pemberian yang diberikan oleh calon suami kepada calon istrinya dan dinyatakan didalam sighat (lafazh) akad nikah. Mahar merupakan tanda persetujuan serta kerelaan dari mempelai laki-laki dan mempelai perempuan untuk hidup sebagai suami istri.
Allah berfirman :
وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Dan berilah perempuan-perempuan (yang kamu nikahi) itu maharnya sebagai suatu pemberian yang wajib. Tetapi jika mereka memberikan kepadamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik. “ (Q.S. an-Nisa : 4)

  1. Fungsi Pernikahan dalan Kehidupan
1.      Aspek Ibadah
Dalam pandangan islam, pernikahan syarat dengan nilai-nilai ibadah. Melaksanakan pernikahan berarti melaksanakan sebagian dari ibadah dan berarti pula telah menyempernukan sebagian dari tatanan agama.
2.      Aspek Hukum
Masing-masing pihak dalam lembaga pernikahan terikat oleh hak dan kewajiban yang dijamin oleh hokum. Dengan adanya ketetapan hukum ini, laki-laki atau perempuan yang menikah dilindungi hokum syariat islam, khususnya jika terdapat pelanggaran-pelanggaran dalam pernikahan.
3.      Aspek Sosial
Pernikahan bertujuan membentuk keluarga yang diliputi rasa saling mencintai dan saling mengasihi antara sesame anggota keluarga.



Ditinjau dari ketiga aspek tersebut, pernikahan berfungsi sebagai berikut.
  1. Pernikahan menciptakan kasih sayang dan ketentraman sebagian pemenuhan atas kebutuhan kaum laki-laki ada pada kaum perempuan. Demikian juga sebaliknya, sebagian kegelisahan laki-laki dapat diobati oleh kaum wanita. Demikian juga sebagian penawar kegelisahan perempuan ada pada laki-laki. Itulah sebabnya, pernikahan merupakan lembaga kehidupan yang dapat menghindarkan kegelisahan, keresahan dan permasalahan yang timbul dalam kehidupan.
  2. Pernikahan akan membentuk keluarga dan masyarakat erat hubungannya dengan keadaan keluarga. Melalui pernikahan dapat dibangun, keluarga yang sakinah, mawadah, dan thayyibah sehingga lahir generasi yang kuat dan unggul.
  3. Pernikahan dapat menghindarkan manusia dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Perbuatan-perbuatan yang menjerumus kea rah perzinaan dapat dihindari karena suami dan istri terikat dengan suatu perjanjian murni atas nama Allah.
  4. Pernikahan merupakan salah satu sarana menjalankan perintah agama. Orang yang melaksanakan pernikahan berarti telah menjalankan perintah Allah SWT dan anjuran Rasul-Nya.
  5. Pernikahan mengangkat kehormatan dan meninggikan martabat perempuan. Dalam islam, seorang istri harus diperlakukan dengan baik. Pelecehan terhadap seorang istri tidak dapat dibenarkan. Hal ini menunjukkan bahwa islam sangat menjunjung tinggi kaum perempuan.













B.   PERCERAIAN
Perceraian menurut ketentuan Hukum Islam secara umum cukup banyak tertuang dalam kitab-kitab tradisional dan buku-buka yang membahas Hukum Islam. Perceraian jika diterjemahkan kedalam bahasa Arab disebut “ Al-Firqoh jamaknya Al-Firoq
Al-Firoq secara bahasa berarti” Al-iftiroq yaitu pemisahan atau perpecahan yang jamaknya “ Firoq “ dan menurut istilah Al-Firoq adalah pelepasan tali perkawinan dan pemutusan hubungan antara suami isteri dengan adanya sebab dari beberapa sebab.
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa perceraian tidak hanya dilakukan atas keinginan seorang suami namun juga dapat terjadi atas keinginan isterinya hanya perceraian itu terjadi harus didasari oleh adanya sebab atau alasan yang dibenarkan oleh hukum. Seorang suami atau seorang isteri tidak begitu saja melakukan perceraian sebab bagaimanapun perceraian pada dasarnya menurut ketentuan hukum Islam tetap terlarang terkecuali didukung oleh alasan.
Dilihat dari alasan terjadinya perceraian, maka hukum perceraian itu berfariasi mulai dari wajib sampai haram (Abu Bakar Jabir Al-Jaziri, Jakarta 2000) yaitu :
1.      Wajib apabila terjadi syiqoq (peretengkaran) antara kedua suami isteri, kemudian diutus dua orang pendamai (hakam) dan kedua pendamai tersebut gagal dalam usahanya dan tidak ada jalan lain selain perceraian
2.      Makruh apabila perceraian dilakukan tanpa adanya sebab yang mendesak
3.      Mubah apabila perceraian karena antara pasangan suami isteri sudah tidak ada lagi kecocokan yang menimbulkan ketidakharmonisan dalam kehidupan rumah tangga
4.      Sunah apabila isteri tidak dapat menjaga kehormatan dirinya dan tidak mau menerima nasihat dari suaminya
5.      Haram apabila perceraian dijatuhkan pada saat isteri dalam keadaan haid.

·         Macam-Macam Perceraian Menurut Hukum Islam
Dilihat dari akibat perceraian dan dikaitkan dengan ketentuan apakah perceraian tersebut dapat dilakukan rujuk atau tidak, maka perceraian dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu talak raj’i dan talak bain. Menurut ketentuan hukum Islam bahwa : “ Talak Raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah “. (Republik Indonesia, Inpres No. 1/1999)
Sedangkan talak bain terbagi kedalam dua macam, yaitu : talak bain sugro dan talak bain kubro. Menurut ketentuan Hukum Islam bahwa : “ Talak bain sugro adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam iddah “. Sedangkan “ Talak bain kubro adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isterinya menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al-dukhul dan habis masa iddahnya “.
Dari pengertian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jika suatu perceraian telah terjadi, seorang suami telah mengucapkan ikrar talak terhadap isterinya dan perceraian tersebut jelas memenuhi persyaratan hukum Islam, maka pengembalian hubungan perkawinan yang telah diputus tersebut hanya bisa dilakukan melalui suatu upaya hukum “ rujuk “ atau “ nikah baru “. Menurut ketentuan hukum Islam tidak ditemukan jalan lain selain kedua jalan tersebut.






















C.  TALAK
1. Pengertian Talak
Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan, meninggalkan, dan memusnakan. Ikatan yang dimaksud adalah ikatan perkawinan. Menurut istilah talak adalah putusnya tali perkawinan yang telak dijalin oleh suami istri. Talak menjadi jalan terakhir apabila rumah tangga tidak mungkin diperbaiki lagi. Hadis Nabi Muhammad saw yang berkaitan dengan talak ialah  Sesuatu yang halal yang amat dibenci Allah Swt adalah talak “ ( HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah )

  1. Sebab-Sebab Talak
a.       Ila’
Ila’ yaitu sumpah seorang suami yang menyatakan bahwa dia tidak akan menggauli istrinya selama empat bulan atau lebih. Jika sampai masa empat bulan suami belum kembali kepada istrinya maka hakim berhak menyuruh suami untuk memilih membayar kifarat sumpah untuk rujuk pada istrinya atau menalaknya. Jika suami tidak memilih salah satu, maka hakim berhak menceraikan isterinya dengan paksa.
b.      Li’an
Li’an adalah tuduhan suami terhadap isterinya telah melakukan perbuatan zina.

  1. Macam-Macam Talak
a.       Talak Raj’i
Apabila seorang suami telah menceraikan (menalak) isterinya dan suami boleh rujuk kembali kepada bekas isterinya tanpa harus ada akad nikah terlebih dahulu. Hal ini apabila rujuknya itu dilakukan selama istri masih dalam idah.
b.      Talak Bain
Apabila seorang suami telah menceraikan (menalak) isterinya dan suami tidak boleh rujuk kembali kepada bekas isterinya kecuali dengan syarat tertentu.





Talak baik ada dua macam, yaitu :
a.       Talak Bain Sugra
Talak bain sugra, yaitu talak yang dijatuhkan kepada isteri yang belum dicampuri dan juga talak tebus. Dalam talak bain sugra, suami boleh rujuk selama masih dalam masa idah.
b.      Talak Bain Kubra
Talak bain kubra, yaitu talak tiga. Dalam talak ini suami tidak boleh rujuk dan menikah kembali dengan isterinya.
Suami boleh menikahi kembali isterinya dengan syarat sebagai berikut.
1)    Bekas isterinya telah menikah dengan laki-laki lain
2)    Telah bercampur dengan suami yang baru
3)    Telah diceraikan oleh suami yang baru
4)    Telah selesai masa idahnya setelah dicerai suami yang baru





















D. RUJUK
Rujuk adalah kembalinya suami pada ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj’i dan selama masih dalam masa idah. Rujuk tidak memerlukan akad nikah lagi, suami cukup menyatakan niatnya untuk rujuk kepada isteri yang telah diceraikannya. Hokum rujuk sesuai dengan motivasinya, yaitu sebagai berikut.
  1. Jaiz (boleh) ini adalah hokum asal rujuk
  2. Sunah, jika rujuk dipandang lebih menguntungkan bagi keduanya
  3. Wajib, bagi suami yang menalak isterinya sebelum dia menyempurnakan pembagian waktu terhadap isteri yang ditalaknya
  4. Haram, jika rujuk itu suami ingin menyakiti isterinya
  5. Makruh, apabila kelangsungan perceraian dianggap lebih baik dan bermanfaat bagi keduanya

Adapun syarat dan rukun rujuk, antara lain sebagai berikut.
  1. Isteri
1.      Sudah dicampuri/digauli
2.      Harus jelas orangnya
3.      Isteri dalam keadaan talak raj’i, dan
4.      Masih dalam masa idah
  1. Suami harus atas kemauan sendiri dan bukan karena paksaan
  2. Saksi harus dua orang yang sudah dewasa dan bersikap adil
  3. Sigat atau lafal, yaitu ucapan dari suami baik dengan kata-kata atau sindiran dan tidak digantungkan dengan syarat tertentu.











E.   KESIMPULAN

                        Nikah adalah salah satu pokok hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna, bukan saja perkawinan itu satu jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi perkawinan itu dapat di pandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu umat dengan yang lain. Selain dari pada itu, dengan perkawinan seseorang akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsu.

      Talak menurut istilah syariat Islam ialah melepaskan atau membatalkan ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung arti menceraikan. Talak merupakan jalan keluar terakhir dalam suatu ikatan pernikahan antara suami isteri jika mereka tidak terdapat lagi kecocokan dalam membina rumah tangga.

      Suatu ikatan perkawinan akan menjadi putus antara lain di sebabkan karena perceraian. Rujuk menurut bahasa artinya kembali. Adapun menurut syariat Islam ialah kembalinya mantan suami kepada mantan isterinya yang telah di talaknya dengan talak raj’I untuk kumpul kembali pada masa iddah tanpa  mengadakan akad nikah yang baru. Hukum asal daripada Rujuk adalah mubah (boleh).

0 komentar:

Posting Komentar


Agnie Nanditha Design by Djam ALL Free © 2012